Syura seperti yang dipraktikkan Rasulullah saw. dilakukan pula para khulafaur-rasyidin. Ketika Abu Bakar bermusyawarah untuk memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat dan beberapa orang menentangnya, di antaranya Umar Bin Khattab, ia tidak melepas urusan itu begitu saja dan tidak pula semena-mena dengan pendapatnya sendiri. Abu Bakar melawan mereka dengan argumentasi hingga mereka tak berkutik lagi. Keputusannya adalah memerangi orang-orang yang memisahkan antara shalat dan zakat karena mereka dipandang telah murtad.
Dalam kitabnya, Al-Kharaj, Al-Qadhi Abu Yusuf menyebutkan bahwa ‘Umar Bin Khattab bermusyarah dengan para sahabat lainnya tentang tanah Iraq dan Syam. Ia menginginkan agar tanah itu menjadi wakaf bagi kaum Muslimin secara umum untuk memenuhi kebutuhan dana jihad; menggaji para hakim, para pegawai pemerintahan, dan para prajurit; memberi nafkah kepada para janda, anak yatim, dan orang-orang yang membutuhkan; serta manfaat lainnya bagi seluruh kaum Muslimin. Ternyata, ada orang yang berpandangan berbeda dengan usulan itu. Maka diadakanlah musyawarah yang melibatkan sepuluh orang sahabat penduduk Madinah. Mereka berdiskusi selama tiga hari sampai Umar mengemukakan argumentasi yang meyakinkan mereka akan kebenaran pendapatnya. Dan itulah yang menjadi keputusan syura.
Umar tidak melalukan tekanan kepada majelis syura. Yang terjadi justru sebaliknya. Umar mengatakan kepada mereka saat berkumpul, “Saya mengganggu kalian tidak lain agar kalian berperan serta dalam menanggung amanah saya dan urusan-urusan kalian yang saya pikul. Saya tidak lain seperti kalian juga. Dan hari ini, kalian telah mengemukakan kebenaran. Ada yang berbeda dan ada yang setuju dengan saya. Saya tidak ingin kalian mengikuti pendapat saya. Bersama kalian ada Kitabullah yang berbicara kebenaran. Demi Allah, jika saya mengatakan sesuatu yang kuinginkan maka saya tidak menginginkan selain kebenaran.” Mereka menjawab, “Kami dengar, wahai Amirul-Mukminin.” Allahu a’lam.